Langganan:
Posting Komentar (Atom)
skip to main |
skip to sidebar
Mahasiswa Pencinta Alam Sekolah Tinggi Hukum Bandung Jl.Cihampelas No.8 Bandung 40116
Label
- Balatak Bulatuk (5)
- Liputan (4)
- Mapala (1)
- Materi Alam Bebas (1)
- Moment (6)
- PA (1)
- Pecinta Alam (1)
- SAR (1)
- Search And Rescue (1)
Arsip Blog
MARS GIRIWANA
Mentari pagi bersinar terang menembus embun yang pekat
Derap langkah para penempuh rimba bersatu dengan suara alam
Janji suci terikrarkan Mapala GiriWana
Hijau damai nusantara
Satu dalam semangat
Berkibarlah kibar dilangit biru bendera merah menyala
Menjadi jati diri Mapala untuk satu kebersamaan
Yusup "Abah" Helmi
G.010.ELG
Derap langkah para penempuh rimba bersatu dengan suara alam
Janji suci terikrarkan Mapala GiriWana
Hijau damai nusantara
Satu dalam semangat
Berkibarlah kibar dilangit biru bendera merah menyala
Menjadi jati diri Mapala untuk satu kebersamaan
Yusup "Abah" Helmi
G.010.ELG
Menyimpul Jejak
STAT
Yang Terbawa Angin
PURWADAKSI
Badai membawa benih kehidupan di atas tanah yang pernah kering saat para Perintis membelah rimba meninggalkan jejak di jalanan setapak. Sang Elang bergabung bersama mereka dengan rentangan sayapnya, menyambut angkasa di puncak-puncak Gunung diikuti Wanara yang berlarian di ujung dahan pohonan rimba yang menyelimuti megahnya sang Giri. Pewarta alam begitu indah tatkala Kabut mulai merayapi pucuk hingga cerukan Lembah. Rumput safana bergoyang saat angin bekejaran bersama Lebah dari keheningan Rimba.
Purnama di takhta sang Giri memperjelas jejak jalanan setapak, pertanda cerita tanah yang pernah kering belum akan berakhir karena Tapak tetap terlihat dipermukan Banyu. Kesunyian Wana mengobarkan lagi Api dalam athma untuk terus me-Napak di antara dua Sagara di dua penjuru indera angin, me-Mapag takdir-takdir alam walau kami tak secepat Kilat hingga bertemu kembali bersama Kabut dalam indah redup bayang Kirana.
Banyak jiwa-jiwa yang pergi di setapak ini, banyak yang menguap begitu saja, namun ada satu yang terukir indah di puncakan Giri sekeras-keras Wesi. Perjalanan ternyata masih belum akan usai walau Elang terkecil dengan Tunggara membelah langit...sang Candra kemudian bermunculan di terang Kirana langit malam.
Relief tentang tanah yang pernah kering terukir sederhana di tebing sunyi....diantara putaran kala, Sang Giri masih bersenandung, hyang Wana masih dapat bertutur tentang jejak ditanah kering...terjaga oleh kami yang tersisa dalam ingatan rumah belukar.
PURWADAKSI GIRIWANA
Titimangsa 1996-2008
G.014.WG
Purnama di takhta sang Giri memperjelas jejak jalanan setapak, pertanda cerita tanah yang pernah kering belum akan berakhir karena Tapak tetap terlihat dipermukan Banyu. Kesunyian Wana mengobarkan lagi Api dalam athma untuk terus me-Napak di antara dua Sagara di dua penjuru indera angin, me-Mapag takdir-takdir alam walau kami tak secepat Kilat hingga bertemu kembali bersama Kabut dalam indah redup bayang Kirana.
Banyak jiwa-jiwa yang pergi di setapak ini, banyak yang menguap begitu saja, namun ada satu yang terukir indah di puncakan Giri sekeras-keras Wesi. Perjalanan ternyata masih belum akan usai walau Elang terkecil dengan Tunggara membelah langit...sang Candra kemudian bermunculan di terang Kirana langit malam.
Relief tentang tanah yang pernah kering terukir sederhana di tebing sunyi....diantara putaran kala, Sang Giri masih bersenandung, hyang Wana masih dapat bertutur tentang jejak ditanah kering...terjaga oleh kami yang tersisa dalam ingatan rumah belukar.
PURWADAKSI GIRIWANA
Titimangsa 1996-2008
G.014.WG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar